Sabtu, 27 Juni 2015

Tanpa isi hati

Hati tak pernah bisa kosong
Seperti kertas putih tanpa coretan, tanpa tulisan
Selalu ada yang menaungi
Walaupun tak ada seseorang yang ada di sisi
Hati tak pernah bisa kosong
Dan bila itu terjadi, setiap waktu adalah mencari

Jumat, 26 Juni 2015

Teruntuk engkau di sana

Apa kamu pernah bermimpi ingin bersamaku?
Menghabiskan sisa perjalanan hidupmu hanya denganku
Apa kamu pernah teramat ingin memilikiku?
Menyambut pagi berdua denganku
Menutup malam dengan senyumku
Apa kamu sungguh pernah menginginkannya?
Ataukah kau masih mengharapkannya?
Katakan...

Jumat, 19 Juni 2015

Suatu hari di awal bulan itu

Tiba-tiba teringat kembali hari itu. Sehari bersamamu yang menyakitkan. Ketika sebenarnya kedua orang tuaku tidak mengizinkan, tapi aku berusaha meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Dan pada akhirnya, yang telah terjadi begitu sulit dilupakan. Hanya jalan berdua sepanjang jalan beberapa kilo, sarapan bersama, lalu malamnya nonton di bioskop mall kotaku.
Semua awalnya biasa saja. Dan semenjak hari itu terjadi, kebersamaan itu, aku takut akan kehilangan yang nyatanya telah terjadi. Perasaan justru menjadi ada. Air mata untuk kedua kali sudi kualirkan hanya demi seorang laki-laki.
Kini, aku kembali biasa saja. Dan ketika kamu menelponku mengucapkan selamat ulang tahun, ibuku yang mendengarkan bilang bahwa jawabanku di telepon itu sinis. Padahal aku biasa saja. Menanggapi sewajarnya sesuai mood. Karna itu hari ulang tahunku, aku tentu saja sedang goodmood.
Tapi diam-diam aku renungkan, sepertinya aku memang kurang menyukaimu. Entahlah. Setiap kamu update, share atau melakukan apapun yang dapat kuketahui di akun sosial mediamu, rasanya bikin ill feel.
Setiap iseng mencoba stalking akun facebookmu, justru banyak yang tidak kusuka ketika membacanya.
Sayangnya, terasa berbeda sensasinya jika aku mengingat hari itu. Hari di mana kedua kali kita bertemu setelah pertemuan pertama adalah perkenalan tak disengaja.
Kemudian mengingat bagaimana aku menatap ibuku dengan muka bersalah. Aku mendesak beliau mengizinkan pergi malam-malam sekali saja. Namun setelah tahu bahwa aku yang membayari nonton 3 orang di akhir pekan malam itu, nampaknya beliau kecewa. Aku tahu sebaiknya aku tidak membicarakan dan mengungkit materiil. Hanya saja dengan kesulitan yang memang kami alami, bagi ibuku itu menyebalkan. Apalagi kamu membawaku pergi tanpa menjemput meminta izin. Hanya mengantar pulang saja. Buruklah kamu di mata orang tuaku.
Aku tidak bermaksud menagih. Aku sudah mengikhlaskannya.
Ibuku juga tidak menceritakan kepada bapak. Ini bukan mengenai nominalnya, tapi tanggung jawabnya, begitu kata beliau.
Biarlah. Anggap saja sebagai tuan rumah aku mentraktirmu.
Entah kenapa aku menulis ini dan mempostingnya. Tapi aku juga yakin kalau kamu tidak akan membacanya. Jadi aman lah aku membicarakan apa saja. Kalau dibaca orang lain ya biarkan menjadi pelajaran bagi mereka agar tidak sama dengan kita yang seenaknya terhadap orang tuaku.
Sebentar lagi kamu menikah. Ahh aku sudah rela kok. Jadi jangan khawatir aku sedih kehilanganmu. Tidak. Aku merindukan masa lalu kita saja. Bukan masa depan. Walaupun sebenarnya aku ingin sekali terakhir bertemu denganmu lagi sebelum kau menjadi milik perempuan itu. Sekedar bercerita akan hal yang pernah membuatku menggantung lalu tiba-tiba dijatuhkan. Tidak. Aku tidak akan menyalahkanmu. Sungguh aku hanya ingin membicarakan yang baik-baik saja.
Atau memiliki sesuatu yang spesial darimu untuk kukenang. Bukannya aku meminta-minta. Aku hanya ingin mempunyai kenang-kenangan darimu.
Sudahlah. Apapun yang kutulis tidak untuk membuat siapapun merasa yang tidak enak tidak enak. Aku tidak apa-apa dan hidupku baik-baik saja.
Selamat malam. Sebentar tidur lalu bangun untuk makan sahur.
Semoga tidur membawa mimpi yang dapat mengubah jalan pikiranku. Untuk menelan segala rindu yang harus hilang.

Untukmu yang pernah 'tidak pernah ku panggil kamu'

Selasa, 09 Juni 2015

Tak ingin ku begini

Aku menulis di atas kertas
Untuk mengisahkan ruang hati yang ingin kuhapuskan sisa perasaan di dalamnya
Aku menulis di atas pasir
Untuk menunjukkan bahwa teramat sulit mengalihkan kenangan yang pernah terlewati bersama
Aku menulis di atas pikiranku
Untuk memaksaku melepas segala yang pernah terjadi, apapun
Jangan pernah lagi mengulangnya
Menyembuhkan tak semudah mengabaikan di awal
Ini bukan mengenai rasa yang sulit hilang, tapi
Tentang bagaimana aku setelah bersamamu

Senin, 08 Juni 2015

Bertahanlah

Kau takut terjatuh
Meski kau semakin kencang berlari
Meski kau semakin tinggi mendaki
Meski kau semakin banyak bergerak
Jauh kau dari perbincangan
Meskipun tidak menyendiri
Meskipun telinga tak ditutupi
Meskipun kau mendengar dan memahami
Lama yang kau rasa dalam kisah yang begitu singkat ini
Mungkin lagi-lagi kau bosan
Mungkin lagi-lagi tak menjumpai yang pernah diangan-angani
Mungkin lagi-lagi tak mensyukuri
Astagfirullah, kau ini
Jangan suka melepas yang telah kau gapai
Jangan suka mengabaikan yang pernah diperjuangkan
Kau mesti mensyukuri dengan menjaganya, apapun itu
Kau, ahh bukan, itu aku
Ya, aku seharusnya

Sabtu, 06 Juni 2015

Peranku

Di setiap sudut tempat untuk menepi
Mata yang memandang sendu
Bersahutan segala yang terbesit di kepala
Di saat aku bersandar pada dinding yang membatasi
Mempertanyakan arti memberi
Sudah kutuntaskan niat, namun bergejolak gerak melangkah pada jalan lain
Tidakkah bukan suatu kesalahan jika tak ingin melihat kepedihan itu
Muka letih dan tubuh yang mulai melemah
Meski di luar sana yang lebih menyedihkan berceceran, tapi
Mereka adalah darah yang menjadikan raga ini hidup
Yang selama ini menukar butir keringat dengan kebahagiaanku
Atau mengapa tak lagi aku berlari membawa pulang segenggam bintang?
Bukan seperti lakuku yang kupikir membuang beban
Memangnya mereka meengharapkan itu?